NAMA
: MELISA ROSALIA
KELAS
: 3EA03
NPM
: 14211423
1. PENALARAN
Pengertian Penalaran secara umum : Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Pengertian Penalaran secara umum : Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
2. PROPOSISI
Proposisi adalah pernyataan tentang hubungan yang terdapat di antara subjek dan predikat. Dengan kata lain, proposisi adalah pernyataan yang lengkap dalam bentuk subjek-predikat atau term-term yang membentuk kalimat. Kaliimat Tanya,kalimat perintah, kalimat harapan , dan kalimat inversi tidak dapa disebut proposisi . Hanya kalimat berita yang netral yang dapat disebut proposisi. Tetapi kalimat-kalimat itu dapat dijadikan proposisi apabila diubah bentuknya menjadi kalimat berita yang netral.
Proposisi adalah pernyataan tentang hubungan yang terdapat di antara subjek dan predikat. Dengan kata lain, proposisi adalah pernyataan yang lengkap dalam bentuk subjek-predikat atau term-term yang membentuk kalimat. Kaliimat Tanya,kalimat perintah, kalimat harapan , dan kalimat inversi tidak dapa disebut proposisi . Hanya kalimat berita yang netral yang dapat disebut proposisi. Tetapi kalimat-kalimat itu dapat dijadikan proposisi apabila diubah bentuknya menjadi kalimat berita yang netral.
Jenis-Jenis Proposisi
Proposisi dapat
dipandang dari 4 kriteria, yaitu berdasarkan :
1. Berdasarkan bentuk
2. Berdasarkan sifat
3. Berdasarkan kualitas
4. Berdasarkan
kuantitas
Berdasarkan bentuk,
proposisi dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
a) Tunggal adalah
proposisi yang terdiri dari satu subjek dan satu predikat atau hanya mengandung
satu pernyataan.
Contoh :
• Semua petani harus
bekerja keras.
• Setiap pemuda adalah
calon pemimpin.
b) Majemuk atau jamak
adalah proposisi yang terdiri dari satu subjek dan lebih dari satu predikat.
Contoh :
• Semua petani harus
bekerja keras dan hemat.
• Paman bernyanyi dan
menari.
Berdasarkan sifat,
proporsis dapat dibagi ke dalam 2 jenis, yaitu:
Kategorial adalah
proposisi yang hubungan antara subjek dan predikatnya tidak membutuhkan / memerlukan
syarat apapun.
Contoh:
• Semua kursi di
ruangan ini pasti berwarna coklat.
• Semua daun pasti
berwarna hijau.
b) Kondisional adalah
proposisi yang membutuhkan syarat tertentu di dalam hubungan
subjek dan predikatnya.
Proposisi dapat dibedakan ke dalam 2 jenis, yaitu: proposisi
kondisional hipotesis
dan disjungtif.
Contoh proposisi
kondisional:
• jika hari mendung
maka akan turun hujan
Contoh proposisi
kondisional hipotesis:
• Jika harga BBM turun
maka rakyat akan bergembira.
Contoh proposisi kondisional
disjungtif:
• Christiano ronaldo
pemain bola atau bintang iklan.
Berdasarkan kualitas,
proposisi juga dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
a) Positif (afirmatif) adalah proposisi yang membenarkan adanya persesuaian hubungan antar subjek dan predikat.
a) Positif (afirmatif) adalah proposisi yang membenarkan adanya persesuaian hubungan antar subjek dan predikat.
Contoh:
• Semua dokter adalah
orang pintar.
• Sebagian manusia
adalah bersifat sosial.
Negatif adalah
proposisi yang menyatakan bahawa antara subjek dan predikat tidak
mempunyai hubungan.
Contoh:
• Semua harimau
bukanlah singa.
• Tidak ada seorang lelaki
pun yang mengenakan rok.
Berdasarkan kuantitas.,
proposisi dapat dibedakan ke dalam 2 jenis, yaitu:
Umum adalah predikat
proposisi membenarkan atau mengingkari seluruh subjek.
Contoh:
Contoh:
• Semua gajah bukanlah
kera.
• Tidak seekor gajah
pun adalah kera.
Khusus adalah predikat
proposisi hanya membenarkan atau mengingkari sebagian subjeknya.
Contoh:
• Sebagian mahasiswa gemar olahraga.
• Sebagian mahasiswa gemar olahraga.
• Tidak semua mahasiswa
pandai bernyanyi.
3.
EVIDENSI
Evidensi adalah semua fakta yang ada, yang
dihubung-hubungkan untuk membuktikan adanya sesuatu. Evidensi merupakan hasil
pengukuan dan pengamatan fisik yang digunakan untuk memahami suatu fenomena.
Evidensi sering juga disebut bukti empiris. Akan tetapi pengertian evidensi ini
sulit untuk ditentukan secara pasti, meskipun petunjuk kepadanya tidak dapat
dihindarkan.
Kita mungkin mengartikannya sebagai "cara
bagaimana kenyataan hadir" atau perwujudan dari ada bagi akal". Misal
Mr.A mengatakan "Dengan pasti ada 301.614 ikan di bengawan solo", apa
komentar kita ? Tentu saja kita tidak hanya mengangguk dan mengatakan
"fakta yang menarik". Kita akan mengernyitkan dahi terhadap
keberanian orang itu untuk berkata demikian.
Tentu saja reaksi kita tidak dapat dilukiskan
sebagai "kepastian", Tentu saja kemungkinan untuk benar tidak dapat
di kesampingkan, bahwa dugaan ngawur atau ngasal telah menyatakan jumlah yang
persis. Tetapi tidak terlalu sulit bagi kita untuk menangguhkan persetujuan
kita mengapa ? Karena evidensi memadai untuk menjamin persetujuan jelaslah
tidak ada. Kenyataannya tidak ada dalam persetujuan terhadap pernyataan
tersebut. Sebaliknya, kalau seorang mengatakan mengenai ruang di mana saya
duduk, "Ada tiga jendela di dalam ruang ini," persetujuan atau
ketidak setujuan saya segera jelas. Dalam hal ini evidensi yang menjamin
persetujuan saya dengan mudah didapatkan.
Wujud Evidensi
Evidensi merupakan semua
fakta yang ada, semua kesaksian, semua informasi, atau autoritas yang
dihubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran. Fakta dalam kedudukan sebagai
evidensi tidak boleh digabung dengan apa yang dikenal sebagai pernyataan atau
penegasan. Dalam wujud yang paling rendah evidensi itu berbentuk data atau
informasi. Yang dimaksud dengan data atau informasi adalah bahan keterangan
yang diperoleh dari suatu sumber tertentu.
Wujud evidensi ada 3 yaitu: data, fakta dan
otoritas. Dalam wujud yang paling rendah. Evidensi itu berbentuk data atau
informasi. Yang di maksud dengan data atau informasi adalah bahan keterangan yang
di peroleh dari suatu sumber tertentu.
Data adalah catatan atas kumpulan fakta. Data merupakan
bentuk jamak dari datum, berasal dari bahasa Latinyang
berarti "sesuatu yang diberikan". Dalam penggunaan sehari-hari data
berarti suatu pernyataan yang diterima secara apa adanya. Pernyataan ini adalah
hasil pengukuran atau pengamatan suatu variabel yang
bentuknya dapat berupa angka, kata-kata, atau citra.
Dalam keilmuan (ilmiah), fakta dikumpulkan
untuk menjadi data. Data kemudian diolah sehingga dapat diutarakan secara jelas
dan tepat sehingga dapat dimengerti oleh orang lain yang tidak langsung
mengalaminya sendiri, hal ini dinamakan deskripsi.
Pemilahan banyak data sesuai dengan persamaan atau perbedaan yang dikandungnya
dinamakan klasifikasi.
Dalam pokok bahasan Manajemen Pengetahuan, data dicirikan
sebagai sesuatu yang bersifat mentah dan tidak memiliki konteks. Dia sekedar
ada dan tidak memiliki signifikansi makna di luar keberadaannya itu. Dia bisa
muncul dalam berbagai bentuk, terlepas dari apakah dia bisa dimanfaatkan atau
tidak. Menurut berbagai sumber lain, data dapat juga didefinisikan sebagai
berikut:
Menurut kamus bahasa inggris-indonesia, data
berasal dari kata datum yang berarti fakta
Dari sudut pandang bisnis, data bisnis adalah
deskripsi organisasi tentang sesuatu (resources) dan kejadian
(transactions)yang terjadi
Pengertian yang lain menyebutkan bahwa data
adalah deskripsi dari suatu kejadian yang kita hadapi
intinya data itu adalah suatu fakta-fakta
tertentu sehingga menghasilkan suatu kesimpulan dalam menarik suatu keputusan
Cara menguji data :
Data dan informasi yang di gunakan dalam
penalaran harus merupakan fakta. Oleh karena itu perlu diadakan pengujian
melalui cara-cara tertentu sehingga bahan-bahan yang merupakan fakta itu siap
di gunakan sebagai evidensi. Di bawah ini beberapa cara yang dapat
di gunakan untuk pengujian tersebut.
1. Observasi
2. Kesaksian
3. Autoritas
Fakta (bahasa Latin: factus)
ialah segala sesuatu yang tertangkap oleh indra manusia
atau data keadaan nyata yang terbukti dan telah menjadi suatu kenyataan.
Catatan atas pengumpulan fakta disebut data. Fakta
seringkali diyakini oleh orang banyak (umum) sebagai hal yang sebenarnya, baik
karena mereka telah mengalami kenyataan-kenyataan dari dekat maupun karena
mereka dianggap telah melaporkan pengalaman orang lain yang sesungguhnya.
Dalam istilah keilmuan fakta adalah
suatu hasil pengamatan yang objektif dan
dapat
dilakukan verifikasi oleh
siapapun. Di luar lingkup keilmuan fakta sering pula dihubungkan dengan:
o Suatu hasil
pengamatan jujur yang diakui oleh pengamat yang diakui secara luas
o Galat biasa terjadi
pada proses interpretasi makna dari suatu pengamatan.
o Kekuasaan kadang
digunakan untuk memaksakan interpretasi politis yang
benar dari suatu pengamatan.
o Suatu kebiasaan yang
diamati secara berulang; satu pengamatan terhadap fenomena apapun tidak
menjadikan itu sebagai suatu fakta. Hasil pengamatan yang berulang biasanya
dibutuhkan dengan menggunakan prosedur atau definisi cara kerja suatu fenomena.
o Sesuatu yang dianggap
aktual sebagai lawan dari dibuat
o Sesuatu yang nyata,
yang digunakan sebagai bahan interpretasi lanjutan
o Informasi mengenai
subjek tertentu
o Sesuatu yang
dipercaya sebagai penyebab atau makna
Cara menguji fakta:
Untuk menetapkan apakah data atau informasi
yang kita peroleh itu merupakan fakta, maka harus diadakan penilaian. Penilaian
tersebut baru merupakan penilitian tingkat pertama untuk mendapatkan keyakinan
bahwa semua bahan itu adalah fakta, sesudah itu pengarang atau penulis harus
mengadakan penilaian tingkat kedua yaitu dari semua fakta tersebut dapat
digunakan sehingga benar-benar memperkuat kesimpulan yang akan diambil. Apakah
itu dalam bentuk Konsistensi atau Koherensi.
Otoritas menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), yang sekarang sudah bisa di search secera online,
memberikan pengertian baku tentang makna dari kata OTORITAS, sebagai berikut :
oto•ri•tas n 1 kekuasaan yang sah yangg diberikan kepada lembaga dl masyarakat
yg memungkinkan para pejabatnya menjalankan fungsinya; 2 hak untuk bertindak; 3
kekuasaan; wewenang; 4 hak melakukan tindakan atau hak membuat peraturan untuk
memerintah orang lain.
Otoritas dalam sebuah lembaga, institusi,
organisasi, ataupun negara, adalah hal istimewa untuk diberikan kepada seseorang
yang dianggap mampu menggulirkan kebijakan. Memiliki fungsi sesuai pekerjaan
dan juga memiliki kekuasaan atau wewenang dalam menangani pekerjaan yang telah
di bebankan kepadanya.
Idealnya pemegang otoritas adalah orang-orang
yang memahami struktur kerja, tugas pokok,dan fungsinya sebagai pemegang
kekuasaan yang legitimate.
Hitler, Karl Marx, Paulus dan Watchman Nee
adalah pemimpin-pemimpin. Mereka semua mempunyai pengikut. Perbedaan diantara
mereka adalah sebagian disebut pemimpin rohani, sebagian lagi pemimpin sekuler.
Mereka membangun Otoritas sekaligus popularitas yang menyebabkan banyak
pengikutnya menjadi loyal bahkan fanatik walaupun sebagian dari mereka adalah
ditaktor.
4.
INFERENSI
Inferensi secara umum
Inferensi secara umum
Inferensi merupakan suatu proses untuk
menghasilkan informasi dari fakta yang diketahui. Inferensi adalah konklusi
logis atau implikasi berdasarkan informasi yang tersedia. Dalam sistem pakar,
proses inferensi dialakukan dalam suatu modul yang disebut inference engine.
Ketika representasi pengetahaun pada bagian knowledge base telah lengkap, atau
paling tidak telah berada pada level yang cukup akurat, maka representasi
pengetahuan tersebut telah siap digunakan.
Sebuah pekerjaan bagai pendengar (pembaca) yang selalu terlibat dalam tindak tutur selalu harus siap dilaksanakan ialah inferensi. Inferensi dilakukan untuk sampai pada suatu penafsiran makna tentang ungkapan-ungkapan yang diterima dan pembicara atau (penulis). Dalam keadaan bagaimanapun seorang pendengar (pembaca) mengadakan inferensi. Pengertian inferensi yang umum ialah proses yang harus dilakukan pembaca (pendengar) untuk melalui makna harfiah tentang apa yang ditulis (diucapkan) samapai pada yang diinginkan oleh saorang penulis (pembicara).
Inferensi atau kesimpulan sering harus dibuat sendiri oleh pendengar atau pembicara karena dia tidak mengetahui apa makna yang sebenarnya yang dimaksudkan oleh pembicara/penulis. Karena jalan pikiran pembicara mungkin saja berbeda dengan jalan pikiran pendengar, mungkin saja kesimpulan pendengar meleset atau bahkan salah sama sekali. Apabila ini terjadi maka pendengar harus membuat inferensi lagi. Inferensi terjadi jika proses yang harus dilakukan oleh pendengar atau pembaca untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat pada tuturan yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis. Pendengar atau pembaca dituntut untuk mampu memahami informasi (maksud) pembicara atau penulis.
Sebuah pekerjaan bagai pendengar (pembaca) yang selalu terlibat dalam tindak tutur selalu harus siap dilaksanakan ialah inferensi. Inferensi dilakukan untuk sampai pada suatu penafsiran makna tentang ungkapan-ungkapan yang diterima dan pembicara atau (penulis). Dalam keadaan bagaimanapun seorang pendengar (pembaca) mengadakan inferensi. Pengertian inferensi yang umum ialah proses yang harus dilakukan pembaca (pendengar) untuk melalui makna harfiah tentang apa yang ditulis (diucapkan) samapai pada yang diinginkan oleh saorang penulis (pembicara).
Inferensi atau kesimpulan sering harus dibuat sendiri oleh pendengar atau pembicara karena dia tidak mengetahui apa makna yang sebenarnya yang dimaksudkan oleh pembicara/penulis. Karena jalan pikiran pembicara mungkin saja berbeda dengan jalan pikiran pendengar, mungkin saja kesimpulan pendengar meleset atau bahkan salah sama sekali. Apabila ini terjadi maka pendengar harus membuat inferensi lagi. Inferensi terjadi jika proses yang harus dilakukan oleh pendengar atau pembaca untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat pada tuturan yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis. Pendengar atau pembaca dituntut untuk mampu memahami informasi (maksud) pembicara atau penulis.
Inferensi adalah membuat simpulan berdasarkan
ungkapan dan konteks penggunaannya. Dalam membuat inferensi perlu
dipertimbangkan implikatur. Implikatur adalah makna tidak langsung atau makna
tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan (eksplikatur). Untuk menarik
sebuah kesimpulan (inferensi) perlu kita mengetahui jenis-jenis inferensi,
antara lian;
Definisi inferensi
Definisi inferensi
Inferensi merupakan intisari informasi baru yang
bersifat implisit dan eksplisit dari informasi yang diberikan (Cummings, 1999).
Proses inferensi terjadi ketika dalam proses yang dapat digunakan oleh lawan
bicara untuk memperoleh implikatur-implikatur dari ujaran penutur yang
dikombinasikan dengan ciri konteks pada dasarnya merupakan proses inferensi.
Konteks implikatur diperoleh bukan diberikan tetapi diciptakan. Hal ini
merupakan pernyataan utama teori relevansi. Cruse (2000) berkomentar bahwaa
konteks yang benar untuk menginterpretasikan ujaran tidak diberikan sebelumnya,
melainkan pendengar memilih konteks dengan sendirinya.
Inferensi terdiri dari tiga hal, yaitu inferensi
deduktif, inferensi elaboratif, dan inferensi percakapan (Cummings, 1999).
Lebih detail dijelaskan bahwa inferensi deduktif memiliki tiga tipe silogisme,
yaitu ‘all’ dan ‘some’ baik afirmatif, maupun negatif. Inferensi deduktif
memiliki kaitan dengan makna semantik. Implikatur percakapan, pra-anggapan, dan
sejumlah konsep lain memuat kegiatan inferensi. Inferensi dapat diperoleh dari
kaidah deduktif logika dan dari makna semantik item leksikal. Inferensi
menggunakan penalaran deduksi dalam kegiatan penalaran dan interpretasi ujaran.
Inferensi elaboratif sangat terkait dengan
pengetahuan ekstralinguistik penutur bahasa. Inferensi ini menemukan adanya
pengaruh pengetahuan dan informasi kognisi. Pada tahun 1991, pakar inteligensi
artifisial Johnson-Laird dan Byrne (dalam Cummings, 1999) merumuskan
tahap deduksi dalam teori model-model mental adalah (a) premis dan pengetahuan
umum, (b) pemahaman, (c) model, (d) deskripsi, (e) simpulan terduga, (f)
validasi, dan (g) simpulan valid.
Inferensi elaboratif memiliki peran dalam interpretasi ujaran. Cummings (1999) menggambarkan adanya integrasi interpretasi ujaran dari tiga subkomponen yang berpa abstrak (pengetahuan dunia), abstrak (pengetahuan komunikatif), dan fungsional (interferensi elaboratif). Namun oleh ahli pragmatik, kajian terhadap kelompok-kelompok inferensi ini bisa saja diabaikan karena para pakar inferensi elaboratif sebagian besar dari kalangan psikologi. Pakar pragmatik mengabaikan inferensi elaboratif tersebut dengan alasan disipliner ilmu.
Inferensi elaboratif memiliki peran dalam interpretasi ujaran. Cummings (1999) menggambarkan adanya integrasi interpretasi ujaran dari tiga subkomponen yang berpa abstrak (pengetahuan dunia), abstrak (pengetahuan komunikatif), dan fungsional (interferensi elaboratif). Namun oleh ahli pragmatik, kajian terhadap kelompok-kelompok inferensi ini bisa saja diabaikan karena para pakar inferensi elaboratif sebagian besar dari kalangan psikologi. Pakar pragmatik mengabaikan inferensi elaboratif tersebut dengan alasan disipliner ilmu.
Jika ditinjau kembali cakupan bahasan pragmatik dari beberapa ahli, akan diperoleh gambaran yang lebih dalam lagi.. Hal ini penting untuk memperdalam wawasan untuk menanggapi polemik disipliner inferensi dalam kajian interpretasi pragmatik atau inferensi elaboratif antarpakar psikologi dan pragmatik. Akhirnya muncul perlawanan inferensial elaboratif dengan interpretasi pragmatik.
Berdasarkan pendapat Nadar (2008) terkait topik bahasan pragmatik menyebutkan bahwa Searle, Kiefer, dan Bierwich (1980) menyatakan pragmatik berkaitan interpretasi suatu ungkapan yang dibuat mengikuti aturan sintaksis tertentu dan cara menginterpretasi ungkapan tersebut tergantung pada kondisi-kondisi khusus penggunaan ungkapan tersebut dalam konteks. Levinson (1983) berpendapat bahwa kajian pragmatik merupakan kajian hubungan bahasa dan konteks yang tergramatikalisasi atau terkodefikasi dalam struktur bahasa’. Sementara itu, Parker (1986) menyatakan bahwa pragmatik mengkaji tentang bagaimana bahasa digunakan untuk berkomunikasi. Senada dengan Paker, Mey (1993) menyatakan bahwa kajian pragmatik tentang kondisi pengunaaan bahasa manusia sebagaimana ditentukan oleh konteks masyarakatnya. Terkait konteks, Wijana (1996) menyetujui pendapat ini dengan mengungkapkan bahwa pragmatik mengkaji makna yang terikat konteks. Cruse (dalam Cumming, 1999) menyatakan pragmatik berkaitan dengan informasi, kode, konvensi, konteks, dan penggunaan.
Dalam percakapan menuntut hadirnya komponen tutur. Jhon L. Austin (1962) menyatakan ada tiga syarat yang harus dipenuhi dalam tuturan performatif, syarat itu disebut felicity conditions, yaitu (1) pelaku dan situasi harus sesuai, (2) tindakah dilaksanakan dengan lengkap dan benar oleh semua pelaku, dan (3) pelaku punya maksud yang sesuai. John R. Searle (1969) membagi tindak tutur ini ke dalam 3 jenis, yaitu (1) tindak lokusi, yaitu tindak untuk mengatakan sesuatu (the act of saying something), (2) tindak ilokusi, yaitu tindak melakukan sesuatu (the act of doing something), dan (3) tindak perlokusi, yaitu tindak membujuk seseorang (the act of persuading someone). Gumperz dan Hymes (1972) dan juga disebut Wardaugh (1986) membuat akronim SPEAKING (Setting, Participants, Ends, Act of sequence, Keys, Instrumentalities, Norm, dan Genres), yaitu tempat, peserta tutur, tujuan tutur, urutan tutur, cara, media, norma yang berlaku, dan genre. Poedjosoedarmo (1985) memaparkan memoteknik OOE MAU BICARA (Orang ke-1, Orang ke-2, warna Emosi orang ke-1, Maksud, Adanya orang ke-3, Urutan tutur, Bab yang dibicarakan, Instrumen atau sarana tutur, Citarasa tutur, Adegan tutur, Register, Aturan atau norma kebahasaan lain. Leech (1991) menyatakan aspek tutur selain konteks yang perlu diperhatikan adalah penutur, lawan tutur, tujuan tutur, tuturan sebagai tindakan dan produk verbal. Rahardi (2005) membahas lebih detail tentang kesantunan percakapan dalam bahasa Indonesia.
Inferensi percakapan dapat terjadi dalam
tuturan/percakapan. Grice (1975) dalam artikel ‘Logic and Conversation’
menyatakan bahwa tuturan dapat berimplikasi proposisi yang bukan merupakan
bagian dari tuturan tersebut, atau disebut implikatur percakapan. Grice
memandang bahwa proses yang digunakan untuk menemukan kembali implikatur dalam
percakapan sangat kabur. Sperber & Wilson (1991) mengemukakan bahwa
penjelasan Grice sendiri tentang proses derivasi (pemerolehan) agak luas. Untuk
mengetahui implikatur percakapan harus diteliti meskipun dapat diahampi secara
intuitif. Argumen merupakan manifestasi proses bawah sadar secara publik dapat
digunakan pendengar untuk menemukan kembali implikatur percakapan.
Inferensi Langsung
Inferensi Langsung
Inferensi yang kesimpulannya ditarik dari hanya
satu premis (proposisi yang digunakan untuk penarikan kesimpulan). Konklusi
yang ditarik tidak boleh lebih luas dari premisnya.
Contoh:
Bu, besok temanku berulang tahun. Saya diundang makan malam. Tapi saya tidak punya baju baru, kadonya lagi belum ada”
Contoh:
Bu, besok temanku berulang tahun. Saya diundang makan malam. Tapi saya tidak punya baju baru, kadonya lagi belum ada”
Maka inferensi dari ungkapan tersebut: bahwa tidak
bisa pergi ke ulang tahun temanya.
Contoh:
Pohon yang di tanam pak Budi setahun lalu hidup.
Contoh:
Pohon yang di tanam pak Budi setahun lalu hidup.
Dari premis tersebut dapat kita lansung menari
kesimpulan (inferensi) bahwa: pohon yangditanam pak budi setahun yang lalu
tidak mati.
Inferensi Tak
Langsung
Inferensi yang kesimpulannya ditarik dari dua /
lebih premis. Proses akal budi membentuk sebuah proposisi baru atas dasar
penggabungan proposisi-preposisi lama
Contoh:
A : Anak-anak begitu gembira ketika ibu memberikan bekal makanan.
A : Anak-anak begitu gembira ketika ibu memberikan bekal makanan.
B
: Sayang gudegnya agak sedikit saya bawa.
Inferensi yang menjembatani kedua ujaran tersebut misalnya (C) berikut ini.
C : Bekal yang dibawa ibu lauknya gudek komplit
Contoh yang lain;
A :
Saya melihat ke dalam kamar itu.
B :
Plafonnya sangat tinggi.
Sebagai missing link diberikan inferensi, misalnya:
C :
kamar itu memiliki plafo
5.
KUTIPAN
Kutipan adalah gagasan,
ide, pendapat yang diambil dari berbagai sumber. Proses pengambilan gagasan itu
disebut mengutip. Gagasan itu bisa diambil dari kamus, ensiklopedi, artikel,
laporan, buku, majalah, internet, dan lain sebagainya. ( Definisi Kutipan
)
Penulisan sumber
kutipan ada yang menggunakan pola Harvard, ada pula yang menggunakan pola
konvensional atau catatan kaki (footnote). Sekarang Anda akan mempelajari
pencantuman kutipan dengan pola Harvard. ( Pola Penulisan Kutipan )
II. Cara Menulis Kutipan
Dengan Benar
Penulisan dan
pencantuman kutipan dengan pola Harvard ditandai dengan menuliskan nama
belakang pengarang, tahun terbit, dan halaman buku yang dikutip di awal atau di
akhir kutipan. Data lengkap sumber yang dikutip itu dicantumkan pada daftar
pustaka. Ada dua cara dalam mengutip, yakni langsung dan tidak
langsung. Kutipan langsung adalah mengutip sesuai dengan sumber aslinya,
artinya kalimat-kalimat tidak ada yang diubah. Disebut kutipan tidak langsung
jika mengutip dengan cara meringkas kalimat dari sumber aslinya, namun tidak
menghilangkan gagasan asli dari sumber tersebut.
II. a Contoh kutipan
Langsung
Argumentasi adalah
suatu bentuk retorika yang berusaha untuk mempengaruhi sikap dan pendapat orang
lain, agar mereka itu percaya dan akhirnya bertindak sesuai dengan apa yang
diinginkan oleh penulis atau pembicara (Keraf, 1983: 3). ( Contoh
kutipan Langsung 1# )
Menurut Gorys Keraf
dalam bukunya Argumentasi dan Narasi (1983:3), argumentasi adalah suatu bentuk
retorika yang berusaha untuk mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain, agar
mereka itu percaya dan akhirnya bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan
oleh penulis atau pembicara. ( Contoh kutipan Langsung 2# )
Argumentasi adalah
suatu bentuk retorika yang berusaha untuk mempengaruhi sikap dan pendapat orang
lain, agar mereka itu percaya dan akhirnya bertindak sesuai dengan apa yang
diinginkan oleh penulis atau pembicara 1 ( Contoh kutipan Langsung
3# )
II. b Contoh kutipan
Tidak Langsung
Seperti dikatakan oleh
Gorys Keraf (1983:3) bahwa argumentasi pada dasarnya tulisan yang bertujuan
mempengaruhi keyakinan pembaca agar yakin akan pendapat penulis bahkan mau
melakukan apa yangdikatakan penulis. ( Contoh kutipan Tidak Langsung
1# )
Argumentasi pada
dasarnya tulisan yang bertujuan mempengaruhi keyakinan pembaca agar yakin akan
pendapat penulis bahkan mau melakukan apa yang dikatakan penulis (Keraf,
1983:3). ( Contoh kutipan Tidak Langsung 2# )
Argumentasi pada
dasarnya tulisan yang bertujuan mempengaruhi keyakinan pembaca agar yakin akan
pendapat penulis bahkan mau melakukan apa yang dikatakan
penulis1). ( Contoh kutipan TidakLangsung 3# )
Seperti halnya
penulisan data, penulisan kutipan (referensi) ini juga harus menyebutkan sumber
kutipan tersebut. Seperti contoh di atas menyebutkan bahwa sumber diambil dari
buku karangan Gorys Keraf, yang terbit pada tahun 1983, dan sumber tersebut
terdapat di halaman 3. Informasi mengenai penerbit dan judul buku dapat dilihat
di Daftar Pustaka atau Bibliografi. Pada contoh terakhir hanya ditulis angka 1,
menyatakan bahwa keterangan sumber dicantumkan di bawah halaman yang disebut
dengan catatan kaki.
SUMBER
:
Sutrisno. ” Tugas Bahasa Indonesia Proposisi, Term,
Penalaran dan Permis berserta Contohnya”. 17 Juni 2012. http://ballo.wordpress.com/2012/06/17/tugas-bahasa-indonesia-proposisi-term-penalaran-dan-permis-berserta-contohnya/
“Tugas Softskill Bahasa Indonesia # ( Penalaran , Evidensi
Dan Inferensi)”. 04 April 2013. http://slamethidayatulloh.weebly.com/3/category/tugas%20softskill%20bahasa%20indonesia%201%20penalaran95f7a71290/1.html
27, madyrha. “Penalaran, Evidensi dan inferensi”
. 24 Maret 2013. http://madyrha27.blogspot.com/2013/03/tugas-1-softskill-bahasa-indonesia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar