NPM : 14211423
KELAS : 3EA03
DEDUKTIF, SILOGISME, RANTAI DEDUKSI
1. DEDUKTIF: Penalaran
deduktif adalah metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan
hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam
bagian-bagiannya yang khusus.
Contoh : yaitu sebuah
sistem generalisasi.
Laptop adalah barang
eletronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperasi, DVD Player adalah
barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperasi.
Generalisasi : semua
barang elektronik membutuhkan daya listrik untuk beroperasi.
Pengertian Premis
Mayor dan Premis Minor
Premis mayor adalah
pernyataan umum, sementara premis minor artinya pernyataan khusus. Proses itu
dikenal dengan istilah silogisme. Silogisme merupakan proses penalaran di mana
dari dua proposisi (sebagai premis) ditarik suatu proposisi baru (berupa
konklusi). Misalnya : "Semua orang akhirnya akan mati" (premis
mayor). Hasan adalah orang (premis minor). Oleh karena itu, "Hasan
akhirnya juga akan mati" (kesimpulan). Jadi, berfikir deduktif adalah
berfikir dari yang umum ke yang khusus. Dari yang abstrak ke yang konkrit. Dari
teori ke fakta-fakta.
Jenis Penalaran
Deduktif
Jenis penalaran
deduktif yang menarik kesimpulan secara tidak langsung yaitu:
1. SILOGISME KATEGORIAL :
Silogisme yang terjadi dari tiga proposisi. Silogisme kategorial disusun
berdasarkan klasifikasi premis dan kesimpulan yang kategoris.
Konditional hipotesis yaitu : bila premis minornya
membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen. Bila minornya Menolak
anteseden, simpulannya juga menolak konsekuen. Premis yang mengandung predikat
dalam kesimpulan disebut premis mayor, sedangkan premis yang mengandung subjek
dalam kesimpulan disebut premis minor.
Contoh :
Premis Mayor : Tidak
ada manusia yang abadi
Premis Minor :
Socrates adalah manusia
Kesimpulan : Socrates
tidak abadi
Kaedah- kaedah dalam
silogisme kategorial adalah :
1. Silogisme harus
terdiri atas tiga term yaitu : term mayor, term minor, term penengah.
2. Silogisme terdiri
atas tiga proposisi yaitu premis mayor, premis minor, dan kesimpulan
3. Dua premis yang
negatif tidak dapat menghasilkan simpulan.
4. Bila salah satu
premisnya negatif, simpulan pasti negative.
5. Dari premis yang
positif, akan dihasilkan simpulan yang positif.
6. Dari dua premis
yang khusus tidak dapat ditarik satu simpulan.
7. Bila premisnya
khusus, simpulan akan bersifat khusus.
8. Dari premis mayor
khusus dan premis minor negatif tidak dapat ditarik satu simpulan.
2. SILOGISME HIPOTESIS : Silogisme yang terdiri atas
premis mayor yang berproposisi konditional
hipotesis. Menurut Parera (1991: 131) Silogisme hipotesis terdiri atas premis
mayor, premis minor, dan kesimpulan. Akan tetapi premis mayor bersifat
hipotesis atau pengadaian dengan jika … konklusi tertentu itu terjadi, maka
kondisi yang lain akan menyusul terjadi. Premis minor menyatakan kondisi
pertama terjadi atau tidak terjadi. Ada 4 (empat) macam tipe silogisme
hipotesis:
1. Silogisme
hipotesis yang premis minornya mengakui bagian antecedent, seperti:
Jika hujan, saya naik
becak.
Sekarang hujan.
Jadi saya naik becak.
2. Silogisme
hipotesis yang premis minornya mengakui bagiar konsekuennya, seperti:
Bila hujan, bumi akan
basah.
Sekarang bumi telah
basah.
Jadi hujan telah
turun.
3. Silogisme
hipotesis yang premis minornya mengingkari antecedent, seperti:
Jika politik
pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka
kegelisahan akan
timbul. Politik pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa, Jadi kegelisahan
tidak akan timbul. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian
konsekuennya, seperti:
Bila mahasiswa turun
ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah Pihak penguasa tidak gelisah. Jadi
mahasiswa tidak turun ke jalanan.
Kaedah- kaedah
Silogisme Hipotesis
• Mengambil konklusi
dari silogisme hipotesis jauh lebih mudah dibanding dengan silogisme kategorik.
Tetapi yang penting di sini adalah menentukan kebenaran konklusinya bila
premis-premisnya merupakan pernyataan yang benar.
Bila antecedent kita
lambangkan dengan A dan konsekuen dengan B, jadwal hukum silogisme hipotetik
adalah:
1) Bila A terlaksana
maka B juga terlaksana.
2) Bila A tidak
terlaksana maka B tidak terlaksana. (tidak sah = salah)
3) Bila B terlaksana,
maka A terlaksana. (tidak sah = salah)
4) Bila B tidak
terlaksana maka A tidak terlaksana
Contoh :
a) Premis Mayor: Jika
tidak turun hujan, maka panen akan gagal
Premis Minor: Hujan
tidak turun
Konklusi : Sebab itu
panen akan gagal.
b) Premis Mayor :
Jika tidak ada air, manusia akan kehausan.
Premis Minor : Air
tidak ada.
Kesimpulan : Manusia
akan kehausan.
3. SILOGISME AKTERNATIF : silogisme yang terdiri atas
premis mayor berupa proposisi alternatif. Proposisi alternatif yaitu bila
premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Simpulannya akan menolak
alternatif yang lain. Proposisi minornya adalah proposisi kategorial yang
menerima atau menolak salah satu alternatifnya. Konklusi tergantung dari premis
minornya.
Silogisme ini ada dua
macam, silogisme disyungtif dalam arti sempit dan silogisme disyungtif dalam
arti luas. Silogisme disyungtif dalam arti sempit mayornya mempunyai alternatif
kontradiktif, seperti:
la lulus atau tidak
lulus.
Ternyata ia lulus
Jadi, la bukan tidak
lulus
Silogisme disyungtif
dalam arti luas premis mayomya mempunyai alternatif bukan kontradiktif,
seperti:
Xsa di rumah atau di pasar.
Ternyata tidak di
rumah.
Jadi, di pasar
Silogisme disyungtif
dalam arti sempit maupun arti iuas mempunyai dua tipe yaitu:
1. Premis minornya
mengingkari salah satu alternatif, konklusi-nya adalah mengakui alternatif yang
lain.
2. Premis minor
mengakui salah satu alternatif, kesimpulannya adalah mengingkari alternatif
yang lain.
Kaedah-kaedah
silogisme alternatif :
1. Silogisme
disyungtif dalam arti sempit, konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila
prosedur penyimpulannya valid
2. Silogisme disyungtif
dalam arti luas, kebenaran koi adalah sebagai berikut:
a. Bila premis minor
mengakui salah satu alterna konklusinya sah (benar)
Contoh :
Rizki menjadi guru
atau pelaut.
la adalah guru.
Jadi bukan pelaut
Rizki menjadi guru
atau pelaut.
la adalah pelaut.
Jadi bukan guru
b. Bila premis minor
mengingkari salah satu a konklusinya tidak sah (salah)
Contoh :
Penjahat itu lari ke
Surabaya atau ke Yogya.
Ternyata tidak lari
ke Yogya.
Jadi ia lari ke
Surabaya. (Bisa jadi ia lari ke kota lain).
Rifki menjadi guru
atau pelaut.
Ternyata ia bukan
pelaut.
Jadi ia guru. (Bisa
jadi ia seorang pedagang)
Contoh :
Premis Mayor : Nenek
Sumi berada di Bandung atau Bogor.
Premis Minor : Nenek
Sumi berada di Bandung.
Kesimpulan : Jadi,
Nenek Sumi tidak berada di Bogor.
4.
ENTIMEN : Silogisme ini jarang ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun tulisan. Yang dikemukakan
hanya premis minor dan kesimpulan.
Entimen atau
Enthymeme berasal dari bahasa Yunani “en” artinya di dalam dan “thymos” artinya
pikiran adalah sejenis silogisme yang tidak lengkap, tidak untuk menghasilkan
pembuktian ilmiah, tetapi untuk menimbulkan keyakinan dalam sebuah entimem,
penghilangan bagian dari argumen karena diasumsikan dalam penggunaan yang lebih
luas, istilah "enthymeme" kadang-kadang digunakan untuk menjelaskan
argumen yang tidak lengkap dari bentuk selain silogisme.
Menurut Aristoteles
yang ditulis dalam Retorika, sebuah "retorik silogisme" adalah
bertujuan untuk pembujukan yang berdasarkan kemungkinan komunikan berpendapat
sedangkan teknik bertujuan untuk pada demonstrasi. Kata lainnya, entimem
merupakan silogisme yang diperpendek.
Contoh :
Rumus Entimen:
PU : Semua A = B :
Pegawai yang baik tidak pernah datang terlambat.
PK : Nyoman pegawai
yang baik.
S : Nyoman tidak
pernah datang terlambat
Entimen : Nyoman tidak pernah datang terlambat karena
ia pegawai yang baik
Beberapa ciri utama dari penalaran deduktif, yaitu :
1. Jika semua premis benar maka kesimpulan pasti benar
2. Semua informasi atau fakta pada kesimpulan sudah
ada, sekurangnya secara implisit, dalam premis.
5. RANTAI DEDUKSI: Seringkali penalaran yang deduktif dapat berlangsung
lebih informal dari entimem. Orang-orang tidak berhenti pada sebuah silogisme
saja, tetapi dapat pula merangkaikan beberapa bentuk silogisme yang tertuang
dalam bentuk-bentuk yang informal.
Yang penting dalam mata rantai deduksi ini, penulis harus mengetahui norma dasar, sehingga bila argumennya mendapat tantangan atau bila ia sendiri ragu-ragu terhadap argumen orang lain, ia dapat menguji argumen ini untuk menemukan kesalahannya dan kemudian dapat memperbaikinya, baik kesalahan itu terjadi karena induksi yang salah, entah karena premis atau konklusi-konklusi deduksi yang salah.
Yang penting dalam mata rantai deduksi ini, penulis harus mengetahui norma dasar, sehingga bila argumennya mendapat tantangan atau bila ia sendiri ragu-ragu terhadap argumen orang lain, ia dapat menguji argumen ini untuk menemukan kesalahannya dan kemudian dapat memperbaikinya, baik kesalahan itu terjadi karena induksi yang salah, entah karena premis atau konklusi-konklusi deduksi yang salah.
Contoh:
Semua lampu adalah bercahaya
Senter adalah lampu
Jadi, senter bercahaya
Lilin juga bercahaya
Obor juga bercahaya
DAFTAR PUSTAKA :
1. Diaz’s.sisil.”Penalaran Deduktif (Softskill) “.15
Oktober 2012.http://sisildiaz.blogspot.com/2012/10/penalaran-deduktif-softskill.html
2. Ninggar.allen.“Penalaran
Deduksi Dan Induksi”.10
Maret 2011.http://harenzone.blogspot.com/2011/03/tugas-2-softskill-bahasa-indonesia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar